Perbedaan dan Persamaan antara Legalitas dan Legitimasi: Perspektif Sosiologis dan Filosofis

Perbedaan dan Persamaan antara Legalitas dan Legitimasi: Perspektif Sosiologis dan Filosofis

Oleh: Tim HRD Forum 


Pendahuluan

Legalitas vs Legitimasi | Dalam kehidupan sosial, politik, dan organisasi modern, dua konsep penting kerap digunakan untuk menilai keberadaan dan kekuasaan suatu entitas: legalitas dan legitimasi. Meski terdengar serupa, keduanya memiliki makna, peran, dan implikasi yang berbeda secara fundamental. Bagi para profesional—khususnya di bidang hukum, manajemen, sumber daya manusia, pemerintahan, dan kepemimpinan—memahami perbedaan dan persamaan antara legalitas dan legitimasi bukan hanya penting, tetapi esensial untuk pengambilan keputusan yang etis, berkelanjutan, dan diterima secara sosial.


Definisi: Legalitas vs Legitimasi

Legalitas (Legality)

Legalitas merujuk pada kesesuaian suatu tindakan, kebijakan, struktur, atau entitas dengan hukum formal yang berlaku. Dengan kata lain, sesuatu yang legal adalah sesuatu yang diakui secara resmi oleh sistem hukum. Legalitas memiliki fondasi normatif yang bersifat objektif dan dapat diverifikasi melalui dokumen, peraturan perundang-undangan, dan lembaga hukum yang sah.

Contoh: Sebuah perusahaan yang memperoleh izin operasional dari pemerintah, membayar pajak, dan mematuhi UU Ketenagakerjaan memiliki status legal di mata hukum negara.

Legitimasi (Legitimacy)

Sebaliknya, legitimasi berkaitan dengan penerimaan sosial, moral, dan etis terhadap otoritas atau keberadaan suatu entitas atau kebijakan. Sesuatu yang legitimate belum tentu legal, tetapi dapat diterima, dihormati, dan diikuti oleh masyarakat karena dinilai adil, relevan, atau sesuai dengan nilai-nilai kolektif.

Contoh: Seorang tokoh masyarakat yang dihormati dan menjadi rujukan dalam penyelesaian konflik di komunitasnya memiliki legitimasi, meski ia tidak memiliki kewenangan legal formal.


Perbedaan Mendasar antara Legalitas dan Legitimasi

Aspek Legalitas Legitimasi
Basis Hukum formal dan peraturan tertulis Norma sosial, nilai etika, dan penerimaan publik
Sumber Kekuatan Institusi hukum, negara, perundang-undangan Persepsi publik, moralitas, kepercayaan
Bersifat Objektif, formal, administratif Subjektif, kultural, moral
Bukti Sertifikat, izin, dokumen hukum Respek, dukungan sosial, reputasi
Stabilitas Bersifat teknis dan bisa diberlakukan paksa Bersifat dinamis dan bergantung pada persepsi
Contoh Izin usaha, kontrak kerja, undang-undang Kepercayaan masyarakat terhadap seorang pemimpin

Persamaan antara Legalitas dan Legitimasi

Meskipun berbeda secara ontologis dan epistemologis, legalitas dan legitimasi saling berinteraksi dan sering kali saling memperkuat. Berikut beberapa persamaan penting:

  1. Keduanya merupakan dasar otoritas: Baik legalitas maupun legitimasi digunakan untuk menjustifikasi kekuasaan atau tindakan tertentu.

  2. Berfungsi menjaga keteraturan sosial: Keduanya membantu menciptakan ketertiban dan stabilitas dalam masyarakat atau organisasi.

  3. Dapat berdampak pada keberlangsungan institusi: Entitas yang legal tetapi tidak legitimate berisiko ditolak secara sosial. Sebaliknya, entitas yang legitimate namun tidak legal dapat dianggap “ilegal” dan rentan dipersoalkan hukum.


Implikasi Legalitas dan Legitimasi dalam Konteks Profesional

Dalam Dunia Bisnis dan Organisasi

  • Sebuah perusahaan bisa legal secara hukum, tetapi jika ia menerapkan praktik ketenagakerjaan yang eksploitatif, ia kehilangan legitimasi di mata publik dan stakeholder.

  • Praktik greenwashing misalnya, bisa jadi legal, tetapi tidak legitimate di mata konsumen sadar lingkungan.

Dalam Kepemimpinan dan Manajemen

  • Seorang manajer yang dipilih secara formal dan sesuai prosedur (legal), belum tentu legitimate di mata timnya bila tak memiliki integritas atau empati.

  • Sebaliknya, pemimpin informal di dalam tim yang dihormati karena kredibilitasnya bisa memiliki legitimasi tinggi meski tanpa otoritas struktural.

Dalam Pemerintahan dan Politik

  • Gerakan sosial bisa mendapat legitimasi publik luas, meskipun secara legal mereka tidak diakui suatu negara.

Refleksi Filosofis: Manakah yang Lebih Penting?

Pertanyaan “mana yang lebih penting antara legalitas dan legitimasi?” telah menjadi perdebatan panjang dalam ranah filsafat politik dan sosiologi hukum. John Locke dan Rousseau, misalnya, menekankan bahwa kekuasaan tanpa legitimasi rakyat adalah tirani, meskipun legal. Max Weber, seorang sosiolog terkemuka, mengklasifikasikan tiga tipe legitimasi: tradisional, karismatik, dan legal-rasional—yang semuanya berperan dalam mendukung otoritas yang sah.

Dalam praktik kontemporer, keduanya tidak bisa dipisahkan secara mutlak. Legalitas memberi kepastian dan struktur, sementara legitimasi memberi makna dan penerimaan. Idealnya, setiap tindakan, kebijakan, atau kekuasaan harus memiliki keduanya agar berkelanjutan, adil, dan diterima.


Catatan

Dalam dunia profesional, memahami perbedaan dan hubungan antara legalitas dan legitimasi adalah kunci untuk membangun organisasi dan masyarakat yang berkelanjutan. Legalitas menjamin kepatuhan terhadap aturan, sementara legitimasi menjamin penerimaan dan keberlanjutan sosial. Keberhasilan jangka panjang hanya dapat diraih apabila keduanya berjalan beriringan.

Sebagai praktisi, pemimpin, pembuat kebijakan, maupun pengelola organisasi, mari kita tidak hanya mengejar legalitas prosedural, tetapi juga membangun legitimasi moral dan sosial. Karena di balik setiap tindakan yang benar di mata hukum, haruslah berdiri nilai-nilai yang benar di mata manusia.

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories

Archives

You May Also Like

Apakah HRD bisa kaya raya? Temukan rahasia bagaimana profesional HRD bisa sukses finansial, naik kelas, dan membangun masa depan sejahtera...
Temukan jadwal lengkap & topik pelatihan HRD Forum 2026. 40 training unggulan HR profesional Indonesia! Download jadwal via scan code...
Panduan lengkap penerapan KPI di tim operator pabrik padat karya. Solusi adil & efektif untuk meningkatkan produktivitas dan kolaborasi kerja.

You cannot copy content of this page