Scrum: Dari Akar Sejarah hingga Relevansinya di Seratus Tahun Mendatang

Scrum bukan sekadar kerangka kerja manajemen proyek. Ia adalah cermin dari bagaimana manusia belajar beradaptasi dalam dunia yang selalu berubah. Selama lebih dari tiga dekade, Scrum telah menjadi salah satu framework Agile paling populer di dunia, tidak hanya dalam pengembangan perangkat lunak, tetapi juga di berbagai sektor industri.

Artikel ini akan menelusuri perjalanan Scrum dari awal kemunculannya, bagaimana ia berkembang, di mana saja ia digunakan, apa keunggulan dan kelemahannya, serta apakah Scrum masih akan relevan seratus tahun dari sekarang.


Sejarah Scrum: Dari Rugby ke Dunia Teknologi

Kata Scrum sendiri berasal dari olahraga rugby, merujuk pada situasi ketika sekelompok pemain bergerak maju bersama sebagai satu tim untuk merebut bola. Analogi ini pertama kali muncul dalam artikel terkenal berjudul “The New New Product Development Game” yang ditulis oleh Hirotaka Takeuchi dan Ikujiro Nonaka pada tahun 1986. Mereka mengamati bahwa perusahaan Jepang yang sukses dalam inovasi (seperti Honda dan Canon) menggunakan pendekatan pengembangan produk yang menyerupai pergerakan scrum di rugby: tim kecil, berkolaborasi erat, bergerak cepat, dan adaptif.

Inspirasi ini kemudian diambil oleh Jeff Sutherland dan Ken Schwaber, dua tokoh yang pada awal 1990-an sedang mencari cara lebih efektif untuk mengelola proyek perangkat lunak yang kompleks.

  • 1993 – Jeff Sutherland bersama tim di Easel Corporation mulai bereksperimen dengan kerangka kerja yang kemudian dikenal sebagai Scrum.
  • 1995 – Schwaber dan Sutherland secara resmi memperkenalkan Scrum dalam konferensi OOPSLA (Object-Oriented Programming, Systems, Languages & Applications).
  • 2001 – Keduanya turut menandatangani Agile Manifesto, yang menjadi tonggak lahirnya gerakan Agile.
  • 2010 – Versi pertama Scrum Guide dirilis, menjadi dokumen resmi yang terus diperbarui hingga sekarang.

Sejak itu, Scrum tumbuh pesat dan menjadi standar de facto dalam pengembangan produk berbasis Agile.


Perkembangan Scrum Hingga Kini

Hari ini, Scrum bukan lagi metode khusus untuk software engineering saja. Ia telah menjadi filosofi kerja tim lintas industri. Beberapa perkembangan penting antara lain:

  • Scrum di Luar IT. Mulai digunakan di HR, pemasaran, pendidikan, manufaktur, bahkan pemerintahan.
  • Scaling Framework. Muncul variasi seperti SAFe (Scaled Agile Framework), LeSS (Large-Scale Scrum), dan Nexus untuk membantu organisasi besar mengadopsi Scrum.
  • Scrum Guide Terbaru. Edisi 2020 menyederhanakan bahasa, mengurangi aturan, dan menekankan Scrum sebagai kerangka berpikir universal.
  • Komunitas Global. Ratusan ribu sertifikasi Scrum Master, Product Owner, dan Agile Coach diberikan di seluruh dunia, menjadikan Scrum bahasa bersama lintas budaya.

Industri yang Menggunakan Scrum

Scrum kini diterapkan di berbagai sektor:

  1. Teknologi & Software. Industri pertama dan terbesar yang mengadopsi Scrum, dari startup hingga raksasa teknologi global.
  2. Manufaktur. Digunakan untuk mempercepat inovasi produk dan meningkatkan efisiensi proses produksi.
  3. Pendidikan. Sekolah dan universitas memakai Scrum untuk mengelola kurikulum, proyek penelitian, hingga aktivitas siswa.
  4. HR (Human Resources). Mengelola onboarding, pengembangan karyawan, hingga perencanaan tenaga kerja.
  5. Marketing. Tim pemasaran menggunakan Scrum untuk meluncurkan kampanye cepat dengan eksperimen berulang.
  6. Pemerintahan & Organisasi Sosial. Digunakan dalam transformasi digital, pelayanan publik, dan proyek sosial.

Dengan kata lain, di mana pun ada ketidakpastian dan kebutuhan untuk beradaptasi cepat, Scrum bisa diterapkan.


Keunggulan Scrum

Mengapa Scrum begitu populer? Beberapa keunggulannya adalah:

  1. Adaptif terhadap perubahan. Sprint singkat membuat tim cepat menyesuaikan prioritas.
  2. Transparansi tinggi. Semua orang bisa melihat progres lewat artefak Scrum.
  3. Kolaborasi erat. Mengutamakan interaksi manusia, bukan birokrasi.
  4. Cepat memberikan nilai. Setiap sprint menghasilkan increment yang bisa langsung diuji.
  5. Mendorong perbaikan berkelanjutan. Retrospektif membuat tim terus belajar dari pengalaman.
  6. Mengurangi risiko. Masalah terdeteksi lebih awal, bukan di akhir proyek panjang.

Kelemahan Scrum

Namun, Scrum bukan obat mujarab untuk semua masalah. Ada kelemahannya:

  1. Tidak cocok untuk semua proyek. Proyek yang sangat sederhana mungkin lebih efisien dengan metode tradisional.
  2. Butuh komitmen tinggi. Tanpa disiplin dan komitmen, Scrum bisa berubah menjadi sekadar rapat harian tanpa makna.
  3. Ketergantungan pada peran kunci. Jika Product Owner pasif atau Scrum Master tidak memahami perannya, Scrum gagal berjalan.
  4. Tantangan budaya organisasi. Perusahaan yang hierarkis dan birokratis sering menolak transparansi Scrum.
  5. Skala besar kompleks. Meski ada framework scaling, menerapkan Scrum di ribuan orang tetap sulit.

Apakah Scrum Akan Relevan Seratus Tahun ke Depan?

Pertanyaan besar: apakah Scrum masih akan relevan hingga 100 tahun mendatang?

Jawaban singkat saya: ya, tetapi dalam bentuk yang berevolusi.

Scrum mungkin tidak lagi terlihat sama persis seperti sekarang. Istilah “Sprint” atau “Daily Scrum” bisa saja berganti nama. Namun, prinsip dasarnya – transparansi, inspeksi, adaptasi, kolaborasi manusia – akan selalu relevan. Dunia 100 tahun ke depan akan lebih kompleks dan penuh ketidakpastian. Framework yang mendorong adaptasi cepat akan tetap dibutuhkan.

Mungkin Scrum akan berintegrasi dengan AI, otomatisasi, dan teknologi masa depan, tetapi esensinya sebagai cara berpikir lincah akan bertahan.


Tantangan Scrum Saat Ini

Meski kuat, Scrum menghadapi tantangan:

  1. Misinterpretasi. Banyak organisasi salah paham, mengira Scrum hanyalah ritual meeting.
  2. Resistensi budaya. Organisasi dengan manajemen top-down sulit menerima kolaborasi setara.
  3. Scrum Master undervalued. Masih sering dianggap sekadar “notulen rapat” alih-alih fasilitator perubahan.
  4. Scaling yang rumit. Mengelola Scrum di organisasi besar dengan banyak tim sering membingungkan.
  5. Kompetisi framework lain. Kanban, Lean, dan hybrid methodologies menjadi pilihan alternatif.
  6. Burnout. Jika sprint terus-menerus dikelola tanpa ritme sehat, tim bisa kelelahan.

Kesimpulan

Sejarah Scrum berawal dari ide rugby di Jepang tahun 1986, diperkuat oleh Sutherland dan Schwaber di awal 1990-an, dan kini menjelma menjadi kerangka kerja global. Scrum telah melintasi batas industri: dari IT, HR, manufaktur, pendidikan, hingga pemerintahan.

Scrum punya banyak keunggulan – adaptif, transparan, kolaboratif – namun juga kelemahan yang perlu diwaspadai. Tantangan terbesar Scrum bukan terletak pada framework-nya, melainkan pada manusia dan budaya organisasi yang menggunakannya.

Apakah Scrum masih relevan 100 tahun lagi? Selama manusia terus menghadapi kompleksitas, perubahan, dan kebutuhan berkolaborasi, prinsip Scrum akan selalu punya tempat. Mungkin bentuknya berubah, namun roh Scrum sebagai jembatan menuju keberhasilan bersama akan tetap hidup.

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories

Archives

You May Also Like

Taksonomi Bloom menjelaskan tiga domain pembelajaran — kognitif, afektif, dan psikomotorik — yang menjadi dasar dalam desain pembelajaran dan pengembangan...
Temukan panduan lengkap penyelenggara training profesional di Indonesia — strategi, best practice, dan kunci sukses menyelenggarakan pelatihan efektif bagi SDM...
Ingin memilih penyelenggara training terbaik? Pelajari tips dan manfaatnya bagi profesional HR untuk meningkatkan kualitas SDM dan karir Anda.

You cannot copy content of this page