Strategi Riset Modern: Kuasai Systematic Literature Review (SLR) + AI
Di era riset yang semakin kompleks dan cepat berubah, metode tradisional untuk tinjauan literatur sering kali tidak cukup. Untuk tetap kompetitif dan relevan, peneliti perlu menguasai kombinasi antara kerangka metodologis yang rigor—Systematic Literature Review (SLR)—dan pemanfaatan teknologi Artificial Intelligence (AI) secara strategis. Artikel ini akan membahas secara mendalam bagaimana merancang, menjalankan, dan melaporkan SLR yang mutakhir dengan dukungan AI — mulai dari merumuskan pertanyaan riset hingga menyintesiskan temuan dan mengantisipasi tantangan.
1. Mengapa SLR tetap penting dalam riset modern?
SLR merupakan metode sistematis dan transparan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mensintesis penelitian-penelitian yang relevan terhadap suatu pertanyaan riset. Menurut panduan dari Charles Sturt University, SLR “identifies, selects and critically appraises research in order to answer a clearly formulated question.” Beberapa poin utama mengapa SLR sangat relevan:
- Kedalaman dan rigor: Berbeda dengan literature review naratif (yang cenderung subjektif), SLR memiliki protokol tertulis, kriteria inklusi/eksklusi yang jelas, dan proses yang dapat direplikasi.
- Reproduksibilitas dan transparansi: Misalnya guideline PRISMA 2020 menyediakan checklist 27 item untuk pelaporan SLR.
- Nilai untuk pengambilan keputusan dan kebijakan: SLR menjadi dasar bagi pembuat kebijakan, praktisi, dan pihak lainnya untuk memahami kekuatan bukti terkini.
- Kebutuhan menghadapi jumlah literatur yang besar: Dengan publikasi akademik yang terus meningkat, riset yang sistematis menjadi semakin penting.
Dengan kata lain: menguasai SLR bukan hanya sekadar “melihat literatur”, tetapi membangun fondasi evidensial yang kuat untuk riset Anda.
2. Kerangka umum SLR: langkah demi langkah
Banyak panduan SLR menyajikan langkah-langkah yang mirip. Berikut ini merupakan rangkuman kerangka umum beserta aspek praktis yang perlu diperhatikan:
- Merumuskan pertanyaan riset yang jelas
Mulai dengan pertanyaan yang spesifik dan dapat dijawab melalui tinjauan literatur. Contoh: “Bagaimana efektivitas intervensi X terhadap outcome Y di populasi Z?” Proses formulasi ini membantu membatasi ruang lingkup agar tidak terlalu luas. - Menyusun protokol SLR
Protokol memuat metode yang akan digunakan: kriteria inklusi/eksklusi, basis data yang akan dicari, strategi pencarian, metode skrining dan ekstraksi data, serta pendekatan sintesis. Dokumen ini berfungsi sebagai ‘metaplan’ riset. - Melakukan pencarian literatur secara sistematis
Gunakan beberapa database (tergantung bidang), definisikan kata kunci, gunakan operator boolean, sertakan grey literature bila relevan. Duplikasi hasil harus dihapus. - Skrining dan pemilihan studi
- Skrining judul/abstrak: Memfilter cepat studi-studi yang tampaknya relevan.
- Skrining full-text: Membaca artikel lengkap dan menilai apakah memenuhi kriteria.
Direkomendasikan dua orang independen mengerjakan tahap ini untuk mengurangi bias.
- Evaluasi kualitas metodologis/studi (critical appraisal)
Penilaian risiko bias, validitas internal, generalisasi, dsb. Ini penting agar sintesis hasil tidak hanya berdasarkan kuantitas studi tapi juga kualitas. - Ekstraksi data dan sintesis hasil
Buat tabel ekstraksi yang memuat karakteristik tiap studi (tahun, sampel, metode, hasil utama). Kemudian lakukan sintesis—baik secara naratif atau kuantitatif (meta-analisis) apabila memungkinkan. - Penulisan laporan dan publikasi
Ikuti struktur yang lugas (biasanya IMRAD — Introduction, Methods, Results, Discussion) dan pedoman pelaporan seperti PRISMA.
Dengan menyusun setiap tahap dengan cermat, Anda akan memperoleh review literatur yang kredibel, transparan, dan memiliki nilai ilmiah yang tinggi.
3. Tantangan klasik yang dihadapi dalam SLR
Walaupun kerangka tersebut tampak “standar”, banyak riset melaporkan kendala-khas yang dapat menghambat kualitas SLR:
- Volume literatur yang sangat besar – riset memerlukan waktu lama (sering 6-18 bulan) terutama di bidang yang “panas”.
- Variasi metodologis antar studi – heterogenitas desain, outcome, populasi membuat sintesis menjadi sulit.
- Potensi bias penelitian dan seleksi – tanpa penilaian kualitas, hasil dapat menyesatkan.
- Kurangnya transparansi atau dokumentasi buruk – lembar pencarian, alasan eksklusi, jalur seleksi terkadang tidak dilaporkan dengan baik.
- Kemampuan tim yang terbatas – banyak studi dilakukan oleh satu peneliti saja, yang dapat meningkatkan risiko bias.
Semua tantangan ini menjadi sangat penting ketika volume riset meningkat dan tekanan penerbitan semakin kompetitif. Di sinilah perpaduan dengan AI menjadi sangat relevan.
4. Integrasi AI ke dalam SLR: peluang dan strategi
4.1 Mengapa AI sangat relevan sekarang?
Kemajuan dalam machine learning, pemrosesan bahasa alami (NLP), dan teknologi pencarian cerdas memungkinkan sejumlah langkah SLR menjadi lebih efisien. Sebagai contoh:
- AI dapat membantu menyusun strategi pencarian yang lebih luas dan semantik, bukan hanya berdasarkan kata kunci literal.
- Platform-canggih seperti Rayyan menggunakan algoritma machine learning untuk mempercepat skrining judul dan abstrak.
- Penelitian terbaru menunjukkan penggunaan LLM (large language models) dan sistem otomatisasi untuk mendukung tahapan seperti ekstraksi data dan pemeringkatan relevansi.
4.2 Strategi memanfaatkan AI dalam SLR
Berikut beberapa langkah praktis bagaimana AI bisa diintegrasikan secara efektif:
- Gunakan AI sebagai “asisten” bukan sebagai pengganti
AI terbaik digunakan untuk mempercepat proses, bukan menggantikan pertimbangan manusia. Studi menunjukkan bahwa AI belum bisa sepenuhnya menggantikan tenaga manusia dalam skrining penelitian. - Optimalkan skrining awal dengan AI
Misalnya: gunakan Rayyan untuk deduplikasi dan skrining judul/abstrak secara otomatis hingga tahap tertentu. Ini menghemat waktu dan tenaga. - Gunakan algoritma NLP untuk pencarian semantik
Alih-alih hanya kata kunci literal, gunakan AI untuk menemukan studi dengan makna yang relevan meskipun tidak persis kata kuncinya. - Kombinasikan hasil pencarian tradisional dan “snowballing” otomatis
Strategi hybrid—basis data + referensi balik (snowballing)—dibuktikan lebih efektif dalam menemukan studi primer. - Ekstraksi dan sintesis data dibantu AI
LLM dapat membantu merangkum temuan studi, mengekstrak variabel utama, atau memetakan tema-utama secara otomatis. Namun, perlu validasi oleh manusia. - Laporkan metode AI dalam protokol dan manuskrip
Agar memenuhi standar transparansi, sebutkan bahwa Anda menggunakan AI-asisten, jelaskan bagaimana dan batasannya. Ini semakin penting dengan perkembangan pedoman pelaporan.
4.3 Contoh penerapan: studi terbaru
Sebagai konkret: Dalam artikel “Using artificial intelligence for systematic review: the example of Elicit”, ditemukan bahwa penggunaan alat AI (Elicit) sebagai bagian dari skrining literatur menghasilkan studi yang sama dengan metode tradisional, tetapi dengan cakupan dan kinerja yang berbeda.
Penelitian ini menggarisbawahi bahwa AI bisa menjadi pelengkap yang kuat — namun bukan jalan pintas tanpa pengawasan manusia.
5. Model strategi SLR + AI yang disarankan
Berikut adalah model strategi yang dapat Anda terapkan untuk riset Anda sendiri:
- Persiapan dan protokol
- Rumuskan pertanyaan riset dan kaji apakah sudah ada SLR terkini.
- Buat protokol SLR, termasuk bagian: strategi pencarian, kriteria inklusi/eksklusi, metode sintesis.
- Tentukan bagaimana AI akan digunakan (misalnya skrining otomatis, deduplikasi, ekstraksi data).
- Pencarian literatur
- Jalankan pencarian di basis data utama (misalnya Scopus, Web of Science, Google Scholar, tergantung bidang).
- Gunakan strategi kata kunci + sinonim + boolean.
- Terapkan pencarian semantik dengan AI jika tersedia.
- Simpan log lengkap pencarian (tanggal, kata kunci, hasil).
- Skrining & seleksi
- Impor hasil ke manajer referensi (EndNote, Zotero, Mendeley) dan deduplikasi.
- Gunakan AI-bantuan seperti Rayyan untuk skrining judul/abstrak: beri label inklusi/eksklusi awal.
- Lakukan skrining full-text untuk studi yang lolos.
- Dokumentasikan alasan setiap inklusi/eksklusi untuk transparansi.
- Penilaian kualitas studi
- Gunakan check-list kualitas atau risiko bias sesuai jenis studi.
- Jika AI digunakan untuk aspek ini, pastikan manusia mengecek outputnya.
- Ekstraksi data & sintesis
- Buat template ekstraksi: judul, penulis, tahun, desain, populasi, metode, outcome utama, temuan.
- AI dapat membantu mengekstrak elemen-elemen ini dan merangkum temuan.
- Analisis temuan dengan pendekatan naratif atau kuantitatif.
- Jika meta-analisis memungkinkan, lakukan analisis statistik tambahan.
- Pelaporan hasil
- Ikuti pedoman seperti PRISMA 2020: sajikan diagram alur seleksi (flow diagram), tabel studi inklusi, diskusi temuan, kekuatan dan keterbatasan.
- Sebutkan dengan jelas penggunaan AI dalam metode.
- Refleksikan bagaimana AI mempercepat atau membatasi proses.
- Pemanfaatan hasil dan tindak lanjut
- Identifikasi gap penelitian dan rekomendasi topik riset masa depan.
- Publikasikan protokol (misalnya di PROSPERO atau platform sejenis) untuk meningkatkan transparansi.
- Pertimbangkan proses “living” SLR jika bidang Anda berkembang cepat: update periodik literatur.
6. Praktik terbaik dan tips penting
- Kelola scope dengan baik: Pertanyaan yang terlalu luas akan membuat pencarian tak terkendali.
- Backward dan forward-snowballing: Selain pencarian basis data, cari studi melalui referensi dan yang mengutip. Ini meningkatkan cakupan.
- Dua reviewer independent: Telaah oleh lebih dari satu orang (atau setidaknya dua tahap) untuk kurangi bias.
- Dokumentasi lengkap: Simpan log pencarian, hasil deduplikasi, alasan eksklusi — ini meningkatkan kualitas dan reputasi riset.
- Pilih alat AI yang tepat dan pahami batasnya: Meski AI bisa mempercepat, risiko kesalahan dan “black-box” harus diwaspadai. Manual oversight tetap penting.
- Keterlibatan perpustakaan atau ahli informasi: Kolaborasikan dengan pustakawan atau ahli basis data untuk strategi pencarian yang optimal.
- Etika dan transparansi: Jika Anda menggunakan AI, laporkan secara jujur bagaimana alat tersebut digunakan; jangan klaim “otomatis sepenuhnya” jika tidak.
- Update literatur secara berkala: Jika bidang Anda cepat berubah, pertimbangkan pengulangan skrining atau mekanisme “living review”.
7. Studi kasus ringkas: SLR + AI dalam kenyataan
Misalnya, Anda sedang melakukan SLR tentang “Pengaruh AI dalam pembelajaran daring”. Anda dapat menerapkan strategi berikut:
- Formulasi pertanyaan: “Bagaimana efektivitas aplikasi-AI terhadap hasil pembelajaran daring di tingkat perguruan tinggi selama lima tahun terakhir?”
- Protokol: Tentukan inklusi (tahun 2019–2024, peer-reviewed journal, populasi mahasiswa perguruan tinggi), eksklusi (studi non-inggris, laporan non-peer).
- Pencarian: Di Scopus dan Web of Science, menggunakan kata kunci: “artificial intelligence”, “online learning”, “higher education”, “effectiveness”. Tambahkan sinonim dan boolean (“AND”, “OR”, “NOT”). Gunakan AI-search (misalnya Elicit) untuk menemukan studi terkait secara semantik.
- Skrining: Impor hasil ke Rayyan, AI bantu deduplikasi dan skrining awal. Setelah itu full-text review manual.
- Penilaian kualitas: Gunakan checklist seperti JBI atau CASP sesuai desain studi.
- Ekstraksi & analisis: Kumpulkan data seperti ukuran sampel, setting pembelajaran, jenis intervensi AI, hasil pembelajaran. Gunakan narasi untuk sintetis tema utama (“pengaruh adaptif feedback”, “chatbot tutor”, “analytics prediktif”).
- Pelaporan: Gunakan diagram alur PRISMA 2020; sertakan tabel ringkasan studi, diskusikan gap (misalnya kurangnya studi jangka panjang) dan rekomendasi (misalnya studi multi-negara atau konteks Asia).
Dengan demikian Anda mendapatkan review literatur yang kokoh, efisien, dan memanfaatkan teknologi modern.
8. Risiko, keterbatasan, dan bagaimana mengatasinya
Meski integrasi AI sangat menjanjikan, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan:
- Ketergantungan pada dataset AI: Beberapa alat AI hanya mencakup basis data terbatas; hasil bisa jadi kurang komprehensif.
- Kurang transparansi algoritma: Jika AI menjadi “black box”, sulit menguji bagaimana keputusan inklusi/eksklusi dibuat — ini bisa mengurangi kepercayaan metodologis.
- Risiko bias otomatis: AI mungkin mencerminkan bias dalam pelatihan data; misalnya lebih banyak studi dalam bahasa Inggris atau dari wilayah tertentu.
- Kesalahan atau “hallucination”: LLM dapat menghasilkan rangkuman atau interpretasi yang tidak akurat jika tidak dikontrol dengan baik.
- Tantangan dalam pelaporan penggunaan AI: Karena belum semua pedoman menetapkan cara “pelaporan AI dalam SLR”, peneliti harus ekstra hati-hati dalam mendokumentasikan kehadiran AI.
- Kebutuhan waktu dan keahlian: Meski AI bisa mempercepat, tetap dibutuhkan keahlian domain, literasi riset, dan pengawasan manusia — bukan sekadar klik tombol.
Untuk mengatasinya: selalu buat kombinasi manusia + AI, dokumentasikan proses dengan jelas, lakukan validasi manual, dan transparan terhadap penggunaan alat.
9. Kesimpulan
Menguasai SLR adalah fondasi riset akademik kualitas tinggi, dan di era modern, kemampuan untuk mengintegrasikan AI ke dalam proses tersebut menjadi pembeda penting. Dengan mengikuti protokol yang sistematis, memanfaatkan teknologi AI secara cerdas, dan selalu mengedepankan transparansi serta kontrol metodologis, Anda dapat menghasilkan review literatur yang:
- Lebih cepat tanpa mengorbankan rigor
- Lebih relevan dengan perkembangan terbaru
- Lebih komprehensif dan bisa dipertanggungjawabkan
Bagi peneliti di Indonesia maupun global, strategi ini sangat relevan mengingat kelangkaan riset yang melakukan SLR dengan standar tinggi. Dengan menguasai SLR + AI, Anda bukan hanya “melihat literatur”, tetapi membangun peta pengetahuan yang solid—siap digunakan untuk riset selanjutnya, kebijakan, atau implementasi praktis.