Why Feedback Can Make Work More Meaningful

(Mengapa Feedback Membuat Pekerjaan Lebih Bermakna)
Oleh: Bahari Antono, ST, MBA

Pendahuluan: Lebih dari Sekadar Umpan Balik

Dalam dunia kerja, kita sering mendengar istilah feedback. Sayangnya, di banyak organisasi di Indonesia, kata ini masih dianggap sinonim dengan “kritik” atau “penilaian kinerja.” Tidak sedikit karyawan yang justru merasa cemas setiap kali mendengar kata feedback, seolah-olah itu berarti mereka melakukan kesalahan.

Padahal, feedback yang tepat bukan hanya tentang memperbaiki kinerja, melainkan juga tentang membangun makna dalam pekerjaan. Feedback adalah cermin yang membantu karyawan memahami kontribusinya, menghubungkan apa yang mereka lakukan dengan tujuan yang lebih besar, serta memberi rasa dihargai.

Artikel ini akan membahas mengapa feedback bisa membuat pekerjaan lebih bermakna, bagaimana praktik terbaiknya di level global maupun lokal, serta apa yang dapat dilakukan HR dan pemimpin organisasi di Indonesia.


1. Esensi Feedback: Komunikasi Dua Arah

Feedback bukanlah monolog dari atasan ke bawahan, melainkan dialog dua arah. Dalam perspektif Human Capital Management, feedback adalah bagian integral dari employee experience—pengalaman kerja yang memengaruhi keterlibatan, motivasi, dan loyalitas karyawan.

Feedback yang baik harus:

  • Konkret: berbasis perilaku nyata, bukan asumsi.
  • Konstruktif: berorientasi pada perbaikan, bukan menyalahkan.
  • Kontekstual: relevan dengan tujuan individu dan organisasi.
  • Dialogis: membuka ruang bagi karyawan untuk merespons, bukan hanya menerima.

📌 Refleksi: Di Indonesia, budaya hierarkis sering membuat feedback berjalan satu arah. Atasan memberi, bawahan menerima. Padahal, makna akan tumbuh jika feedback diperlakukan sebagai percakapan yang setara.


2. Perspektif Global vs. Lokal

Global: Budaya Transparansi

Di perusahaan multinasional, feedback sering diposisikan sebagai alat pengembangan berkelanjutan. Praktik seperti continuous feedback atau real-time feedback semakin populer, menggantikan sistem evaluasi tahunan yang kaku.

Contoh: Google dan Facebook memiliki budaya peer feedback yang memungkinkan karyawan saling memberi masukan tanpa menunggu siklus tahunan.

Lokal: Budaya Tepa Selira

Di Indonesia, situasinya berbeda. Faktor budaya sangat kuat memengaruhi cara kita memberi dan menerima feedback:

  • Hierarki: bawahan jarang memberi feedback ke atasan.
  • Rasa sungkan: banyak orang enggan mengkritik secara terbuka agar tidak dianggap “kurang ajar.”
  • Harmoni sosial: menjaga perasaan sering lebih diprioritaskan dibanding menyampaikan fakta.

📌 Refleksi: Inilah tantangan sekaligus peluang. Feedback di Indonesia harus disampaikan dengan cara yang sensitif budaya: tetap jujur, tetapi penuh hormat.


3. Mengapa Feedback Membuat Pekerjaan Bermakna?

Berdasarkan teori motivasi kerja (Deci & Ryan, Self-Determination Theory), karyawan merasa pekerjaannya bermakna ketika tiga kebutuhan psikologis terpenuhi: autonomy, competence, dan relatedness. Feedback memainkan peran kunci dalam ketiganya.

  1. Meningkatkan Kompetensi
    Feedback memberi tahu karyawan apa yang mereka lakukan dengan baik, sekaligus area yang bisa ditingkatkan. Ini menumbuhkan rasa kemajuan (sense of progress) yang sangat penting bagi motivasi.
  2. Memberi Pengakuan dan Koneksi
    Feedback positif memberi rasa dihargai, memperkuat ikatan sosial antara karyawan dan organisasi. Seorang karyawan yang merasa dilihat dan diakui akan merasa pekerjaannya lebih berarti.
  3. Menghubungkan Pekerjaan dengan Tujuan Besar
    Feedback mengingatkan bahwa tugas sehari-hari bukan sekadar rutinitas, tetapi bagian dari tujuan strategis organisasi. Ini memberi makna transendental—bahwa pekerjaan individu berkontribusi pada sesuatu yang lebih besar.

📌 Refleksi: Banyak karyawan Indonesia keluar dari pekerjaannya bukan karena gaji rendah, tetapi karena merasa pekerjaannya “tidak dihargai.” Feedback yang tepat bisa menjadi penawar rasa tidak berarti ini.


4. Jenis Feedback dan Dampaknya

  1. Positive Feedback (Apresiasi)
    Menekankan apa yang sudah berjalan baik. Dampaknya: meningkatkan kepercayaan diri, engagement, dan motivasi.
  2. Constructive Feedback (Perbaikan)
    Menyampaikan area yang perlu ditingkatkan, tetapi dengan cara membangun. Dampaknya: mempercepat pembelajaran, memperkuat kompetensi.
  3. Negative Feedback (Kritik tanpa solusi)
    Hanya menyoroti kesalahan tanpa arahan perbaikan. Dampaknya: menurunkan semangat, menimbulkan defensif, bahkan disengagement.

📌 Refleksi: Tantangan di Indonesia adalah keseimbangan. Terlalu banyak kritik membuat karyawan minder, terlalu banyak pujian membuat karyawan terlena. Seni feedback ada pada proporsi yang tepat.


5. Praktik Feedback di Indonesia: Tantangan dan Solusi

Tantangan Umum

  • Atasan enggan memberi feedback jujur karena takut merusak hubungan.
  • Bawahan pasif karena merasa feedback bukan hak mereka.
  • Feedback hanya muncul saat ada masalah (bukan bagian dari budaya harian).

Solusi

  1. Budayakan check-in reguler. Feedback tidak harus menunggu akhir tahun; lakukan percakapan singkat mingguan.
  2. Latih atasan dalam skill komunikasi. Ajarkan cara memberi feedback yang jelas, positif, dan berorientasi solusi.
  3. Dorong peer feedback. Ciptakan budaya saling memberi masukan antar rekan kerja.
  4. Gunakan teknologi. Platform internal dapat memfasilitasi feedback real-time, terutama di organisasi besar.

6. Dampak Jangka Panjang Feedback yang Bermakna

Jika diterapkan dengan benar, budaya feedback memberi manfaat jangka panjang:

  • Bagi individu: meningkatkan keterampilan, rasa percaya diri, dan motivasi intrinsik.
  • Bagi organisasi: menciptakan budaya belajar berkelanjutan, meningkatkan retensi, dan mempercepat regenerasi kepemimpinan.
  • Bagi ekosistem bisnis Indonesia: melahirkan tenaga kerja yang tidak hanya kompeten, tetapi juga terhubung secara emosional dengan pekerjaannya.

📌 Refleksi: Organisasi yang sehat adalah organisasi yang berani berbicara jujur, tetapi dengan cara yang penuh empati.


7. Rekomendasi Praktis untuk HR dan Pemimpin Indonesia

  1. Mulailah dari hal kecil. Beri apresiasi langsung saat melihat hal positif.
  2. Gunakan metode SBI (Situation–Behavior–Impact). Feedback lebih kuat jika berbasis fakta spesifik.
  3. Ajarkan growth mindset. Feedback bukan hukuman, melainkan kesempatan belajar.
  4. Rayakan keberhasilan kecil. Pengakuan sederhana bisa meningkatkan makna pekerjaan.
  5. Integrasikan feedback dalam leadership development. Pastikan pemimpin muda terbiasa memberi dan menerima feedback sejak dini.

Penutup: Feedback sebagai Sumber Makna

Feedback adalah seni komunikasi yang penuh empati. Bukan hanya soal kinerja, tetapi soal menghargai manusia. Ia memberi rasa dilihat, dihargai, dan dihubungkan dengan tujuan yang lebih besar.

Di Indonesia, dengan segala dinamika budaya yang penuh rasa hormat dan harmoni, feedback perlu diposisikan bukan sebagai “kritik,” melainkan sebagai hadiah perkembangan.

Jika organisasi mampu membangun budaya feedback yang sehat, pekerjaan tidak lagi sekadar tugas, melainkan sumber makna dan kebanggaan.

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories

Archives

You May Also Like

Apakah HRD bisa kaya raya? Temukan rahasia bagaimana profesional HRD bisa sukses finansial, naik kelas, dan membangun masa depan sejahtera...
Temukan jadwal lengkap & topik pelatihan HRD Forum 2026. 40 training unggulan HR profesional Indonesia! Download jadwal via scan code...
Panduan lengkap penerapan KPI di tim operator pabrik padat karya. Solusi adil & efektif untuk meningkatkan produktivitas dan kolaborasi kerja.

You cannot copy content of this page